Profil Enika Maya Oktavia, Dibalik Putusan MK yang Menghapus Presidential Threshold

SENARAINEWS.COM – Di balik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) pencalonan presiden ada nama Enika Maya Oktavia. Enika Maya Oktavia Bersama sejumlah rekannya adalah orang yang mengajukan permohonan ke MK.

Untuk diketahui, Kamis (2/1/2024) Mahkamah Konstitusi memutuskan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.

Lalu siapa sosok Enika Maya Oktavia?

Enika Maya Oktavia tercatat sebagai mahasiswi Jurusan Siyasah/Hukum Ketatanegaraan Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia berasal dari Kalimantan Tengah. Perkara ini dimohonkan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Jangan Lewatkan :  Masih Ada Kesempatan, Seleksi Masuk MAN IC Dibuka Hingga 15 Februari

Pendidikan menengah atas Enika ditempuh di MAN Kotawaringin Timur, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Atas upaya Enika Cs ini, tentu saja membawa perubahan peta politik ke depan. Sehingga, banyak orang berpeluang maju menjadi calon presiden dan calon wakil presiden tanpa dibebani syarat dukungan parpol sebanyak 20 persen.

Baca Juga: Diskon Listrik 50 Persen? Ini Caranya

Mengutip Tribun Timur, Enika Maya Oktavia pernah menjadi Bendahara OSIS periode 2019-2020.

Saat ini, dia magang sebagai Partnership Officer di Widya Robotics, pengajar di Delta Private Jogja, pernah magang sebagai asisten pengacara di Kantor Advokat Muhammad Iman SH & Rekan, pernah magang di Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Hukum Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta, magang di Pengadilan Negeri Sleman, dan bekerja di Maharani Store.

Jangan Lewatkan :  Detik-detik Menjelang Take Off, Penumpang Batik Air Dikeluarkan

Untuk diketahui, Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden. MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Jangan Lewatkan :  Dipicu Minuman Keras, Acara Syukuran Bupati Ricuh, Mobil Polisi Dibakar Massa

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tag Terkait