SENARAINEWS.COM – Sikap Joe Biden dan Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump terkait gencatan senjata di Gaza, Palestina menuai kritikan. Keduanya saling mengeklaim pencapaian gencatan senjata di Jalur Gaza.
Kritikan itu disampaikan oleh Rami Khouri, seorang peneliti terkemuka di Universitas Amerika di Beirut. Menurutnya apa yang dipertontokan oleh Joe Biden dan Donald Trump sungguh lucu dan menggelikan. Padahal, kata Rami Khouri, perilaku mereka yang sebenarnya adalah “100 persen mendukung genosida Israel.”
“Bahkan dalam pengumuman mereka hari ini, mereka tidak benar-benar berbicara tentang Palestina sebagai orang sungguhan,” kata Khouri, seraya mencatat bahwa media AS hampir secara eksklusif berfokus pada pembebasan sandera Israel dari Gaza sebagai hasil dari gencatan senjata. Demikian dikutip dari Al-Jazeera, Kamis (16/1/2025).
“Jadi, kita melihat dalam perilaku Presiden dan tindakan Kongres, dan kinerja media massa di Amerika Serikat, sebuah penegasan kembali bahwa ini bukan benar-benar tentang keadilan dan kesetaraan bagi orang Israel dan Palestina,” kata Khouri.
Seperti diberitakan Isrel dan Hamas sepakat gencatan senjata permanen setelah 15 bulan konflik di kawasan Timur Tengah. Pengumuman tersebut disampaikan Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed Bin Abdulrahman Al Thani, yang bertindak sebagai mediator, pada Rabu (15/1/2025).
Gencatan senjata ini direncanakan akan mulai efektif pada Minggu (19/1/2025). Dalam pelaksanaan gencatan senjata ini, kedua pihak harus menghentikan segala bentuk agresi satu sama lain.
Mengutip Kompas.com, ada 9 poin penting terkait kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Poin tersebut yaitu:
1. Gencatan senjata tahap awal akan berlangsung selama enam minggu, yang mencakup penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza tengah serta kembalinya warga Palestina yang mengungsi ke Gaza utara.
2. Selama periode gencatan senjata, diizinkan masuk 600 truk bantuan kemanusiaan ke Gaza setiap hari, 50 truk di antaranya akan membawa bahan bakar, dan 300 truk akan ditujukan untuk wilayah utara.
3. Hamas berkomitmen untuk membebaskan 33 sandera Israel, yang mencakup semua perempuan (baik tentara maupun warga sipil), anak-anak, serta pria berusia di atas 50 tahun. Pembebasan akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari perempuan dan anak-anak di bawah 19 tahun, dilanjutkan dengan pria berusia di atas 50 tahun.
4. Israel, sebagai imbalan, akan membebaskan 30 tahanan Palestina untuk setiap sandera sipil yang dibebaskan, serta 50 tahanan Palestina untuk setiap tentara perempuan Israel yang dilepaskan oleh Hamas.
5. Pada akhir fase pertama, Israel akan membebaskan semua perempuan dan anak-anak Palestina di bawah 19 tahun yang ditahan sejak 7 Oktober 2023. Jumlah total yang akan dibebaskan bergantung pada jumlah sandera yang dilepaskan, dengan perkiraan antara 990 hingga 1.650 tahanan Palestina yang meliputi pria, wanita, dan anak-anak.
6. Proses pembebasan sandera oleh Hamas akan berlangsung selama enam pekan, dengan minimal tiga sandera yang dibebaskan setiap minggunya, serta pembebasan jenazah sandera yang telah meninggal di akhir periode.
7. Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat akan menjamin pelaksanaan kesepakatan ini.
8. Negosiasi untuk fase kedua kesepakatan diharapkan dimulai pada hari ke-16 dari tahap pertama, dan mencakup pembebasan semua sandera yang tersisa, termasuk tentara laki-laki Israel, serta pembahasan mengenai gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel.
9. Fase ketiga gencatan senjata diharapkan akan mencakup pemulangan jenazah yang tersisa dan dimulainya proses rekonstruksi Gaza, yang akan diawasi oleh Mesir, Qatar, dan PBB.