Menjemput Kisah, Mengurai Tutur “Tanah Pilih Pesako Betuah”

Oleh:
Deki Syaputra. ZE 
Pemerhati Sejarah Jambi
Kami susun jari nan sepuluh, Kami tundukkan kepalo nan satu, Kami hatur sembah nan sebuah.
Ampun kepado yang tuo, Minta maaf kepado yang banyak.
Hendak tau dengan ujung berbalik pada pangkal, hendak tau dengan usul berbalik pada asal
Segala sesuatu ada asal dan usulnya, ada pula sebab dengan karenanya!!!
Berbicara tentang Tanah Pilih Pesako Betuah seringkali dikaitkan dengan tokoh legendaris yang bernama Puti Selaro Pinang Masak bersama dua ekor angsa yang menemukan Kota Jambi. Dipercayai momentum tersebut terjadi pada tanggal 28 Mei 1401 Masehi, berlokasi (kini) disepanjang rumah dinas komandan Resort Militer sampai Masjid Agung al-Falah.
Kisah ini juga dijadikan sebagai pertimbangan Hari Jadi Tanah Pilih Pesako Betuah Kota Jambi, sebagimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penetapan Hari Jadi Tanah Pilih Pusako Batuah Kota Jambi. Dikisahkan pula bahwa tempat menepi atau mupurnya dua ekor angsa tersebut, sebagai titik lokasi pusat pemerintahan yang dipilih untuk Puti Selaro Pinang Masak. Ketika membuka atau membersihkan wilayah tersebut, ditemukan dua pusaka yaitu gong dan senapan yang diberi nama sitimang dan sijimat.
Deki Syaputra. ZE
Deki Syaputra. ZE
Jika benar adanya perjalanan Puti Selaro pinang Masak yang disebut berasal dari Pagaruyung ke Tanah Jambi, dibimbing oleh dua ekor angsa untuk menemukan lokasi yang akan dijadikan sebagai pusat Kerajaan Jambi. Istilah yang paling tepat adalah Puti Selaro Pinang Masak tidaklah datang ke Tanah Jambi dari Pagaruyung, tetapi dia pulang kampung dari rantau di Pagaruyung ke kampung halaman leluhurnya di Jambi atau lebih saya sebut dengan ungkapan “dari rantau ke tanah asal”. Sebagaimana  tutur atau kisah menyebutkan bahwa Puti Selaro Pinang Masak merupakan salah satu cucu dari Adityawarman, tepatnya ia adalah putri dari Ananggawarman.
Susur galur yang berkembang menguraikan bahwa Puti Selaro Pinang Masak adalah putri dari Ananggawarman yang merupakan putra dari Adityawarman. Ibu dari Adityawarman adalah Dara Jingga yang merupakan putri dari Tribuanaraja Mauliwarmadewa, Raja Malayu yang memindahkan ibu kota kerajaan dari Jambi ke Dharmasraya. Kemudian pada masa Adityawarman menjadi raja, ibu kota Kerajaan Malayu dipindahkan ke pedalaman Minangkabau (Saruaso) dan bertukar nama menjadi Kerajaan Pagaruyung. Setelah Anangawarman menjadi raja di Kerajaan Pagaruyung sebagai penerus Kerajaan Malayu, maka ada kesepakatan atau keputusan “Luhak Bapanghulu Tinggal di Minangkabau, Alam Barajo Balik ke Tanah Jambi”.
Inilah alasannya Puti Selaro Pinang Masak harus kembali ke kampung halaman pendahulunya dengan mengilir Sungai Batanghari, mengikuti petunjuk dua ekor angsa. Mungkinkah dua ekor angsa tersebut memang angsa sesungguhnya ataukah hanya sebagai kiasan dan perumpamaan saja ?.
Angsa bukanlah hewan endemik Sumatra, sangat jarang ditemukan di daerah tropis karena merupakan hewan yang berada di lingkungan beriklim sedang. Mungkinkah dua angsa yang kisahkan tersebut adalah perumpamaan secara simbolis untuk dua Pandita Budha atau Biksu ?. Angsa atau Hamsa dalam ajaran Buddhisme merupakan representasi Budha yang melambangkan kebijaksanaan dalam kehidupan, kemampuan membedakan antara kebenaran dan kebohongan serta mengambarkan kualitas spritual yang luhur. Sebagaimana kisah “Mahahamsa Jataka” menceritakan tentang Bodhisattwa yang bersemangat menispirasi dan membimbing orang lain, dalam kisah ini diwakili oleh angsa.
Lokasi yang dipilih oleh dua ekor angsa tersebut adalah disepanjang rumah dinas komandan Resort Militer sampai Masjid Agung al-Falah, berdekatan dengan lokasi ditemukannya candi Soloksipin. Sebagaimana tercatat pada riwayat penemuannya dalam laporan S.C Crooks (1820 M) dan dilanjutkan oleh F.M Schinitger (1935-1938). Di Candi Soloksipin ditemukan arca Budha setinggi 1,72 m, berposisi berdiri mengenakan jubah dengan kondisi tangan abhaya mudra yang melambangkan perlindungan atau rasa aman dan pada bagian kaki terdapat inskripsi berbunyi Dang Accarya Syuta yang artinya “guru pembimbing yang mulia”. Arca tersebut bergaya Pasca-Gupta yang diperkirakan berasal dari abad ke 8 M. Disamping itu, ditemukan makara dengan inskripsi berbunyi pasumba lini Mpu Dharmawira i Saka 986. Tahun 968 Saka bertepatan dengan 1064 Masehi, maka dapat diasumsikan bahwa Candi Soloksipin telah ada pada antara abad ke 8 sampai dengan 11 masehi ataupun sebelumnya.
Tidak dapat diketahui dengan pasti kapan berakhirnya eksistensi dan berapa lama terjadinya kekosongan wilayah ini, hingga akhirnya ditemukan kembali oleh Puti Selaro Pinang Masak. Satu-satunya penanggalan pasti terkait dengan dihuninya kawasan ini, dapat dirujuk dari makara yang ditemukan di Candi Soloksipin. Terdapat 337 tahun jarak antara penanggalan pada makara dengan penemuan Tanah Pilih oleh Puti Selaro Pinang Masak. Dengan demikian, kota ini telah ada jauh sebelum tahun 1401 M, paling tidak pada tahun 1064 M masih menjadi pusat peradaban Budha. Jika merujuk pada penanggalan makara, kota ini telah ada 961 tahun yang lalu, lebih tua dari masa kedatangan Puti Selaro Pinang Masak yang baru berumur 624 tahun.
Jikalau benar Tanah Pilih ditemukan pada tahun 1401 sesuai dengan kisah yang berkembang, maka  sebelum penemuan Candi Soloksipin oleh S.C Crooks pada tahun 1820 Masehi, telah lebih dulu ditemukan oleh Puti Selaro Pinang Masak. Ketika penemuan Tanah Pilih yang diperkirakan berlokasi disepanjang rumah dinas komandan Resort Militer sampai Masjid Agung al-Falah, di temukan struktur bata. Sebagaimana dikisahkan dalam Naskah Kuno bertulisakan Arab Melayu yang tersimpan di Mendapo Kemantan-Kerinci berbunyi maka dicacak negeri di tanah pilih, maka begelar tanah pilih. Maka begelar tanah pilih sembung kenantan suci dan segetan pucuk seribu, dan ceno guri pucuk seribu dan sebatang talang merindu, maka dientak tamilang dilarikkan tanah bato. Besar kemungkinan kata “tanah bato” yang dimaksud adalah tanah bata, ketika tanah digali dasar permukaannya dipenuhi oleh struktur bata.
Dikisahkan juga dalam membuka atau membersihkan lokasi tersebut ditemukan pusaka berupa bedil (sejenis senapan) dan gong, kemungkinan tinggalan pusaka era Candi Soloksipin masih eksis sebagai pusat peradaban Budha. Disisi lain, dikisahkan dalam naskah yang sama dengan di atas bahwa yang ditemukan tidak hanya dua pusaka tersebut saja. Ada beberapa pusaka lainnya sebagaimana diterangkan dalam naskah tersebut berbunyi direntak kepalo negeri dapat bedil setundo musuh di tengah negeri, dapat gung setimban Jambi, dan dapat bedil segetar mas, direntak kor negeri dapat bedil sekupi kala. Jadi, selain bedil setundo musuh dan gung setimban Jambi (gong setimang Jambi) juga ditemukan bedil segetar emas dan bedil sekupi kala.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa Tanah Pilih yang dimaksud adalah tanah atau tempat yang dipilih oleh dua ekor angsa sebagai lokasi pendirian pusat pemerintahan Kerajaan Jambi oleh Puti Selaro Pinang Masak. Sedangkan Pesako Betuah adalah merujuk pada adanya penemuan pusaka-pusaka yang menjadi lambang kekuatan dan pertahanan awal merintis membuka kawasan Tanah Pilih tersebut, bahkan sampai menjadi pusaka Kerajaan Jambi. Hingga hari ini dua diantara pusaka tersebut masih dibadikan pada Logo Kota Jambi, sebagaimana diatur dalam Perda No. 15 tahun 2002, tentang Lambang Daerah Kota Jambi.
Tabik., Jika ada silap dan salah tutur mohon dimaafkan. Kebenaran itu datang daripado Allah SWT, kesalahan datang dari saya.
Selamat Ulang Tahun Kota Jambi
Selamat Hari Jadi Tanah Pilih Pesako Betuah ke 624 Tahun.
Jangan Lewatkan :  Dewi Soekarno, Istri Keenam Bung Karno yang Melepas Status WNI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *