Polemik Jelang Terbentuknya Provinsi Jambi dan Masa Awal Berdiri

SENARAINEWS.COM – Perjalanan Provinsi Jambi menjadi daerah otonom sendiri tidaklah lempang. Ibarat keris Siginjei, berlekuk. Ada lika liku. Umpama Sungai Batanghari, tenang di permukaan namun bergejolak deras di dasarnya. Jambi ditempa dengan beragam kepentingan dari dalam tak terkecuali dari luar. Begitulah yang mewarnai sejarah berdirinya Provinsi Jambi.

Sejumlah polemik menjadi bumbu dan dinamika berdirinya Provinsi Jambi, 68 tahun lalu.  Rakyat Jambi Ketika itu pun tidak satu suara. Ketika ingin lepas dari Provinsi Sumatera Tengah, ada sebagian yang menginginkan agar Jambi menjadi bagian dari Sumatera Selatan.  Selain letak geografis yang lebih dekat, kemiripan kultur menjadi alasan kelompok ini.

Baca Juga: Saat Masyumi Masih Bertaji di Jambi 

Jangan Lewatkan :  Dewi Soekarno, Istri Keenam Bung Karno yang Melepas Status WNI
Para tokoh Jambi di depan kantor Gubernur Jambi
Para tokoh Jambi di depan kantor Gubernur Jambi

Haji Hanafie, yang nyaris dilantik sebagai Gubernur Jambi yang pertama, mempunyai kenangan akan dinamika di masa itu. Ia mengatakan, sebagian masyarakat ingin daerah Jambi terpisah dari Sumatera Tengah dan berdiri sendiri.

“Sebagian ingin masuk Sumatera Selatan, sedangkan penguasa tidak menghendaki adanya pemisahan dari Sumatera Tengah,” kata Haji Hanafie dalam biografinya.

Di eksternal pun, niat rakyat Jambi lepas dari Sumatera Tengah mendapat tentangan bukan kepalang. Sofyan Ibrahim, Kepala Staf Sipil yang mengurus realisasi pembentukan Provinsi Jambi bahkan, menunjukkan pendapat yang bertolak belakang.

Jumlah penduduk yang masih sedikit; perekonomian yang lemah; minyak di perut bumi Jambi nyaris kering. Selaian alasan itu, Sofyan Ibrahim beralasan, keinginan lepas dari Sumatera Tengah bukan representasi masyarakat Jambi secara umum. Tapi, kata dia, hanyalah keinginan masyarakat yang ada di Kota Jambi. Tidak demikian dengan masyarakat di daerah, dusun-dusun.

Sofyan sepertinya belum mendapat kabar bahwa tuntutan agar Jambi berdiri sendiri juga datang dari daerah. Sebut saja Himpunan Pemuda Merangin Batanghari dan Front Pemuda Djambi. Bahkan Ketika Bung Hatta ke Jambi, Hatta “dicegat” di Merangin oleh pemuda yang menyatakan dukungan agar Jambi menjadi daerah otonom. Aksi itu menjadi bagian sejarah berdirinya Provinsi Jambi yang harus diingat.

Polemik di Ranah Militer Jelang Berdirinya Provinsi Jambi

Di ranah militer pun tak kalah rumitnya. Belum lagi geopolitik Sumatera ketika itu dengan pemerintah pusat juga sedang tidak baik-baik saja. Ada Dewan Banteng yang puncaknya lahirnya PRRI di masa-masa itu. Dewan Banteng yang menaungi militer di Jambi pada masa itu, ingin militer di Jambi di bawah komando mereka.

Jangan Lewatkan :  Ada #SeAbadPram untuk Peringati Sabad Pramoedya Ananta Toer

Dewan Banteng pada waktu itu baru saja membentuk Komando Daerah Militer Sumatera Tengah (KDMST). Dan Sumatera Barat dan Riau (sebelumnya Bersama Jambi masuk Sumatera Tengah) di bawah KDMST, tidak lagi masuk Teritorium I Bukit Barisan. Tak ayal, Dewan Banteng yang berkedudukan di Sumatea Barat, ingin Jambi juga berada di bawah komanda mereka. Sementara rakyat Jambi ingin, secara militer Jambi masuk dalam komando Teritorium Sriwijaya. (deddy rachmawan)

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tag Terkait